Rabu, 13 April 2016

REVIEW


Judul                    : Pendidikan Multikultural-Religius untuk Mewujudkan
                               Karakter Peserta Didik yang Humanis-Religius
Jurnal                   : Jurnal Pendidikan Islam
Volume                 : Vol. 1, Nomor 1.
Tahun                   : 2012
Penulis                 : Zainal Arifin, Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
                               Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Reviewer              : Irmansyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam 
                               FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tanggal Review    : 13 April 2016



PENDIDIKAN MULTIKULTURAL-RELIGIUS UNTUK MEWUJUDKAN
KARAKTER PESERTA DIDIK YANG HUMANIS-RELIGIUS

I.  PENDAHULUAN
          Artikel yang berjudul “Pendidikan Multikultural-Religius untuk Mewujudkan Karakter Peserta Didik yang Humanis-Religius”  ini ditulis oleh Zainal Arifin. Secara umum membahas tentang basis pendidikan yang menghargai keberagaman dengan bersumber pada nilai-nilai keagamaan.
         Tulisan dalam artikel  ini merupakan salah satu bentuk respon atas kekhawatiran terhadap gelombang arus globalisasi yang akan mendorong terjadinya kontak budaya yang semakin bebas dimana munculnya berbagai  konflik  yang  disebabkan  karena  perbedaan  suku,/etnis, budaya, agama dan lain-lain.
         Dalam artikel ini ini mencoba merumuskan bentuk pendidikan multikultural-religius yang didasarkan pada nilai-nilai penghargaan  pada kemajemukan budaya dan nilai-nilai spiritual untuk mewujudkan karakter peserta didik yang humanis-religius.

II. CRITICAL REVIEW

         Artikel ini berangkat dari sebuah problema atau dampak globalisasi yang banyak menimbulkan pelbagai persoalan, misalnya tercabutnya nilai-nilai spiritual, persaingan bebas antar bangsa, kemajuan teknologi tanpa diimbangi sikap moral, dan sebagainya. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang menjadi tantangan besar dikalangan para praktisi dan akademisi tentunya.
          Menurut pandangan kaum primordialis. Kelompok ini menganggap, perbedaanperbedaan yang berasal dari genetika seperti suku, ras (dan juga agama) merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis maupun agama. Sedangkan menurut kaum konstruktivis, yang beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas, bagi kelompok ini, dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Karenanya, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka, persamaan adalah anugrah dan perbedaan adalah berkah. Dalam konteks pendapat yang kedua ini, terdapat ruang wacana tentang multikulturalisme dan pendidikan multikultural sebagai sarana membangun toleransi atas keragaman. Wacana ini mulai ramai terdengar di kalangan akademis, praktisi budaya, dan aktifis di awal tahun 2000 di Indonesia.
         Mengacu pada Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar (2004) pernah mengatakan pentingnya pendidikan multikulturalisme di Indonesia. Menurutnya, pendidikan multikulturalisme perlu ditumbuhkembangkan, karena potensi yang dimiliki Indonesia secara kultural, tradisi, dan lingkungan geografi serta demografis sangat luar biasa. Sejak dulu, Indonesia memang menghargai perbedaan dan keanekaragaman. Sebab, kemerdekaan Indonesia pun tidak lepas dari peran semua lapisan masyarakat Indonesia yang pluralis.
          Dalam artikel ini, Penanaman pendidikan multikultural bagi siswa dapat menjadi sarana pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis, dan kebutuhan diantara sesama dan mau hidup bersama secara damai dan saling menghormati. Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalahuntuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda.
           Pendidikan multikultural, sikap penghargaan akan keberagaman dan perbedaan sangat ditekankan. Dalam hal ini, keberagaman (pluralitas) dan perbedaan dipandang sebagai sunnatullah yang niscaya terjadi. Peserta didik harus ditanamkan sikap saling menghargai sedini mungkin untuk meminimalisir munculnya konflik dan pandangan subjektif terhadap keberagaman dan perbedaan di masa yang akan datang.

III. PENUTUP
           Humanis-religius adalah sikap yang mengedepankan sisi-sisi kemanusian dan nilai-nilai keagamaan. Sikap humanis mengedepankan sikap memanusiakan manusia dalam konteks menghadapi perbedaan dalam keberagaman, sedangkan sikap religius sebagai benteng terhadap persoalan dekadensi moral-spiritual akibat
dampak negatif globalisasi. Oleh karena itu, konsep pendidikan multikultural religius merupakan upaya dalam membentuk karakter generasi yang berbudaya luhur dan religius sehingga selamat di dunia dan akhirat. Hal tersebut selaras dengan filosofi dasar pendidikan. Belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk kehidupan. Pendidikan Indonesia harus dilaksanakan demi kehidupan.
         
Referensi :
 Effendi, Bahtiar, Masyarakat, Agama, dan Pluralisme Keagamaan, Yogyakarta:Galang Press, 2002.
http://ekosuryanti.wordpress.com/2007/07/10/pendidikan-multikultural/.[28Juni 2012]
Abidin, Zainal. (2012). Pendidikan Multikultural-Religius untuk Mewujudkan Karakter 
Peserta Didik yang Humanis-Religius. Jurnal Pendiidikan Islam. Vol.1, Nomor.1.
Supriyoko, Ki (ed.) Pendidikan Multikultural dan Revitalisasi Hukum Adat, dalam
Perspektif Sejarah, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Deputi Bidang
Sejarah dan Purbakala Tahun Terbit : Juli 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar